Aku adalah seorang teknisi parabola, dan bekerja di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang penjualan antena parabola yang tentu saja membutuhkan teknisi untuk melayani pemasangan dan perbaikan parabola. Di perusahaan ini walau bukan paling senior tetapi aku tergolong paling terampil dan cekatan, hingga jika pimpinan dapat pekerjaan besar, aku yang jadi andalannya.
Suatu hari aku mendapat tugas untuk memasang antena parabola di rumah kepala dinas sebuah bank pemerintah. Dengan dibantu 2 orang asisten yakni Edo dan Salim, aku berangkat ke alamat tujuan sambil menenteng segala peralatan. Waktu itu aku diantar sopir kemudian setelah sampai di tujuan, kami bertiga diturunkan berikut segala barang dan peralatannya. Di rumah dinas yang terkesan asri karena dipenuhi pohon mangga, kami diterima oleh Satpam yang kemudian setelah mengadakan kontak lewat intercom diberi ijin masuk.
Seorang wanita muda berumur sekitar 25 tahun dengan berbusana daster biru malam, sangat kontras dengan kulitnya yang putih mulus menyambut kami. Sekejap aku terpesona melihat kecantikan wajahnya, bibir dan hidungnya luar biasa indahnya.
"Selamat pagi, mbak. kami yang mau memasang parabola pesanan bapak kepala."
"Ohh, iya silakan masuk saja mas. tapi bapak masih dinas, dan kebetulan rumah lagi sepi jadi terserah mas saja masangnya."
Tanpa basa basi lagi aku segera memerintahkan asistenku untuk segera mulai bekerja, dengan harapan bisa berkenalan tanpa gangguan, siapa tahu nasib badan lagi mujur. Dari perkenalan, wanita tersebut bernama Asni dan adalah istri kepala dinas, tepatnya istri kedua, yang duda karena ditinggal mati. Semula kuduga dia adalah anaknya, tapi ternyata ibu dari 2 anak tiri yang umurnya sebayanya. Kedua anak-tirinya wanita dan cantik-cantik, terlihat dari foto besar yang terpajang di ruang keluarga.
Sementara kedua asistenku sedang merakit parabola, aku asyik menerangkan aneka macam seputar parabola , mulai dari acara siaran sampai cara merawat parabola. Kelihatan mbak Asni juga antusias mendengarnya, padahal aku cuman asal bicara agar bisa berlama-lama dekat dengan mbak Asni sambil terus membayangkan besarnya payudara yang mengembung besar di balik dasternya. Mbak Asni duduk persis di depanku, hingga waktu aku memberi keterangan sambil membuat tulisan di meja, dia terpaksa menunduk untuk ikut membacanya, dan karena krah dasternya longgar sekali maka otomatis semua isi di dalamnya jadi ternganga lebar, jantungku seketika bergetar-getar tak menentu demi menyaksikannya. Batang kemaluanku mendadak beringas laksana torpedo hendak meluncur.
Aku tak tahu apa mbak Asni tahu kalau aku jadi keterusan nulis-nulis sambil sesekali melirik ke balik dasternya. Tampaknya dia cuek saja sambil mendengar penjelasanku. Duilahh. gimana yah. rasanya kepingin sekali aku segera memasukkan tanganku untuk meremasi payudaranya.
"Diminum dulu mas. tehnya, mumpung masih hangat!" katanya sambil tersenyum manis setengah menggoda. Aku pun jadi salah tingkah dan mengiyakannya. Tehnya memang hangat
dan segera menyegarkan otakku kembali. Daripada pusing memikirkan cara untuk menggapai
gunung kebar, aku minta diri untuk mengawasi pekerjaan asisten.
Tak terasa hari telah menjelang sore ketika pekerjaan selesai. Terlihat mak Asni tengah bersiap untuk mandi. Pikiran kotor langsung menyergap, dan tak kuasa aku menolaknya. Membayangkan kala tangannya mengusap lembut seluruh tubuhnya, lalu dadanya, lalu perutnya, lalu anunya, lalu..wow. Mbak Asni tidak menyadari kalau mataku terus mengikuti langkahnya menuju kamar mandi. Ketika pintu kamar mandi telah tertutup aku jadi merasa kehilangan.
Dengan reflek aku memberi kode dengan jari telunjuk berdiri di depan mulut pada kedua asistenku. Keduanya malah cengengesan. Tanpa komando, kami kompak menggotong sebuah kursi tinggi agar bisa mengintip lewat lubang angin di atas pintu. Aku langsung saja merebut kesempatan pertama untuk menaiki kursi, dan karena besarnya lubang angin maka seluruh isi kamar mandi jadi terlihat.
Mbak Asni tampak mulai mengangkat ujung dasternya ke atas hingga melampui kepalanya. Tubuhnya tinggal terbalut celana dalam warna coklat dan BH, itu pun tak berlangsung lama, karena segera dia melucutinya. Dadaku terasa mau pecah saking menahan napas. Luar biasa keindahan ciptaan Tuhan yang satu ini. Tetapi aku terkejut dengan caranya mandi, tanpa diguyur air dia mengolesi seluruh tubuhnya dengan sabun cair, lalu tangannya meremasi kedua payudaranya dan berputar-putar di ujungnya. Batang kemaluanku seakan turut merasakan pijitannya jadi membesar. Dengan posisi berdiri sambil bersandar tembok, mbak Asni meneruskan permainannya ke bawah selangkangan, sementara matanya tertutup rapat, mulutnya menyungging seperti orang kepedasan cabe.
Tak sadar tanganku ikut memijiti batang kemaluanku sendiri. Sayang kedua asistenku pun minta giliran jatah tontonan gratis yang aduhai.
Mereka pun jadi seperti terkena tegangan tinggi, celana kombornya tak mampu menyembunyikan batang yang mencuat kencang.
"Ayo, mass. masuk saja tak perlu mengintip begitu, khan nggak baik, pintunya tidak terkunci kok.!" tiba-tiba terdengar seruan lembut bernada ajakan. Tetapi terus terang kelembutan itu membuat kami hampir pingsan dan amat sangat mengejutkan. Kami serentak saling berpandangan kebingungan.
"Maaf yah mbak. kami tidak sengaja kurang ajar." Aku menjawab sambil mengambil inisiatif pelan-pelan memutar handel pintu kamar mandi yang memang benar tidak terkunci. Tetapi setelah pintu terbuka, kami bertiga seperti patung menyaksikan pemandangan yang tidak pernah terbayangkan. Mbak Asni tersenyum manis sekali dan tanpa canggung melambaikan tangannya agar kami lebih mendekatinya. Wah tentu saja kami tak perlu mendengar suara ulangan lagi, serempak kami bertiga mengerubuti sang dewi.
Dengan posisi duduk di atas bak mandi mbak Asni menyuruh kami mandi dahulu agar bau keringat kami lenyap. Aku, Edo, dan Salim segera melepas semua pakaian masing-masing, dan seperti anak kecil berebutan mandi di bawah siraman shower. Tanpa rasa malu kami bertiga telanjang bulat di hadapan mbak Asni. Batang kemaluan kami sudah pada posisi maksimal, mengacung-acung keras minta perhatian. Mbak Asni pun kegelian melihat tingkah kami bertiga. Lalu mbak Asni memandikan kami satu per satu.
Batang kemaluanku yang terlihat paling besar, berdenyut-denyut kala tangan mbak Anis mengelusinya dengan sabun. Ah, nikmat sekali apalagi begitu tangannya bergerak maju mundur, segera kuraih gunung impianku yang telah nyata di depan hidung dan meremasinya sambil mulut kami saling berpagutan. Sementara Edo dan Salim tidak mau ketinggalan, mereka memang tim yang kompak. Tangan Edo menggerayangi selangkangan mbak Asni yang nyaris tertutup seluruhnya oleh bulu ikal yang lebat. Sedang Salim kebagian pekerjaan menjilati pantat mbak Asni, kelihatan mbak Asni keenakan sekali ketika ujung lidah Salim menjongkel-jongkel lubang anusnya. Tangan mbak Anis pun dengan adil bergantian meremas
dan mengocok batang kemaluan kami, yang tentu saja membuat kami semua mengerang kenikmatan.
Mungkin karena kurang leluasa dengan posisi berdiri, mbak Asni mengajak kami bertiga segera menyudahi acara mandi bersama. Dan mengajak pindah lokasi ke kamar tidur. Wah asyik punya nih..
Salim yang anak keturunan Arab telentang di atas kasur, batangnya yang kelewatan panjangnya menegang ke atas persis kayak orang punya ekor. Mbak Asni tanpa ragu-ragu segera mengakanginya dan menyodorkan memeknya. Salim kegirangan segera menjilatinya dengan rakus sampai berbunyi cipak-cipuk. Mbak Asni pun keenakan sambil menyosor-nyosorkan memeknya ke mulut Salim agar lidah Salim lebih masuk ke dalamnya. Tanpak Salim semakin gigih menyedoti cairan memek mbak Asni. Sedang Edo yang tak tahan menunggu lalu menyodorkan batangnya yang bulat hitam ke mulut mbak Asni. Mulut mbak Asni tampak menganga menyambut kehadirannya. Lidahnya berputar-putar mengulum batang
Edo, lalu memainkannya maju mundur. Terang saja Edo melenguh-lenguh merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Aku tak habis berpikir menyaksikan istri seorang pejabat terhormat dengan ganas mengerang-erang menikmati pelayanan kami. Barangkali suaminya memang sudah tua atau impoten, hingga tidak menyia-nyiakan kehadiran kami. Padahal menurutku mbak Asni cantik sekali, hidungnya mancung, bibirnya agak tebal, sensual sekali. Dan badannya padat berisi apalagi kala kuremas-remas payudaranya jelas seperti gadis perawan.
Membuatku gemas sekali menyedoti ujung pentilnya. Lidahku mengais-ngais agak ngawur kesana ke sini.
Tapi semakin ngawur semakin membuat mbak Asni bersemangat mengocok batang Edo dengan mulutnya. Dan akhirnya Edo tampak kewalahan menahan permainan mbak Asni. Tangannya mencengkeram kepala mbak Asni sambil mendorong ke arah selangkangannya. Hingga batangnya habis tertelan mulut mbak Asni, lalu cret.cret.cretttt.. Batang Edo menyemburkan maninya, mbak Asni pun tidak merasa jijik atau bagaimana segera menelan habis mani Edo, sambil lidahnya terus menjilati ujung batang Edo. Karuan saja Edo kegelian dan terus memuntahkan lahar hingga loyo.
Aku segera membalik badan mbak Asni lalu kedua kakinya buru-buru kuangkat ke atas. Memeknya kelihatan terbuka kemerahan walau dirimbuni bulu yang sangat lebat. Lalu..blesssssss... sekali tancap batangku amblas ke dalamnya. Karena batangku sudah berdenyut-denyut dari tadi maka seperti orang kesetanan aku mengayunkan pinggangku maju mundur. Mata mbak Asni membelalak merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Dari memeknya mengalir cairan lendir banyak sekali. Akibatnya goyanganku menimbulkan suara gaduh. Mbak Asni mengerang-erang kala aku menyemburkan air maniku.
Banyak sekali keluarnya, maklum lagi bernapsu besar.
Salim segera menggantikan posisiku, dan langsung memompa memek mbak Asni. Waduh tak terbayangkan kenikmatan yang dirasakan oleh mbak Asni. Mukanya tampak bahagia sekali. Pinggulnya menghentak-hentak mengikuti gerakan Salim. Apalagi batang Salim yang panjang sekali membuat mbak Asni kelojotan kala batang itu mengayun tandas ke dalam. Sambil meremas keras sprei kasur, mbak Asni kelihatan mencapai klimaks yang entah ke berapa. Sampai Salim pun menggelepar di atas perut mbak Asni.